Industri pangan harus teliti dalam menjaga dan mengawasi tingkat kebersihan di proses produksi terutama dari mikroorganisme patogen karena baik buruknya kualitas suatu produk pangan tidak hanya dinilai berdasarkan rasa atau kandungan gizi namun juga apakah produk ini aman dan layak dikonsumsi. Oleh karena perlu diterapkan program environment monitoring yang intensif dan terdefinisi secara detail.
Meskipun sudah ada perencanaan yang baik untuk cleaning dan desinfeksi di area produksi, nyatanya masih terdapat celah yang berbahaya bagi keamanan produk. Tidak mudah untuk mengetahui secara pasti pada sesuatu yang tidak terlihat. Pemeriksaan secara visual cukup membantu namun tetap tidak cukup. Uji mikrobiologi konvensional pun tidak bisa memberikan solusi pencegahan (preventive control) dan membutuhkan waktu yang lama untuk mendapatkan hasil. Tes ATP? Mudah, cepat, dan kuantitatif namun bersifat deteksi umum komponen organik sehingga tidak efektif untuk monitoring proses desinfeksi.
Setidaknya ada 5 gap yang perlu diperhatikan dalam program monitoring hygiene, yaitu :
- Bakteri yang bersifat viable but non-culturable (VBNC)
Banyak ahli mikrobiologi menyatakan banyak bakteri yang tidak tumbuh selama dikulturkan di media berada di antara hidup dan mati, yang dikenal sebagai VBNC. Di tahap ini, bakteri tidak berkembang namun tetap hidup, misalnya karena proses cleaning menyebabkan sel bakteri cedera dan tidak aktif. Pada waktu tertentu, sel VBNC ini akan aktif kembali jika menemukan lingkungan yang sesuai. Dalam pengolahan pangan, sel VBNC yang terbawa dalam produk berpotensi untuk merusak produk (spoilage) atau bahkan membahayakan orang yang mengkonsumsinya (pathogen).
- Bakteri anaerobik dan mikroaerofil.
Jenis bakteri ini tidak bisa ditumbuhkan di media kultur yang umum digunakan sehingga akan lewat dari pembacaan. Faktanya bakteri ini ada di dalam produk dan berpotensi membahayakan.
- Kesenjangan (anomaly) dalam penghitungan.
Terkait point no. 1 dan 2, sel bakteri yang tumbuh diperkirakan hanya 1% dari keseluruhan sehingga nilai colony forming unit (CFU) jauh lebih rendah dibanding jumlah sel actual. Ditambah lagi, metode agar plate ini sangat lambat untuk mendapatkan hasil.
Jenis bakteri ini dapat berkembang di suhu dingin mendekati 0 0C. Produk yang disimpan lama di lemari pendingin seperti susu dan daging menjadi sumber nutrisi yang baik untuk pertumbuhan bakteri, menyebabkan kerusakan produk dan food poisoning.
- Biofilm
Mikroorganisme mampu membentuk koloni kompleks yang tahan terhadap paparan senyawa desinfeksi sehingga sulit ditangani. Ini masalah serius yang bisa mengakibatkan kerugian dari segi kesehatan dan ekonomi.
Melihat kondisi ini, industry pengolahan pangan tidak punya banyak pilihan. Metode konvensional memiliki banyak keterbatasan, sementara uji ATP hanya memberikan gambaran umum. Oleh karena itu Romer Labs mengembangkan CytoQuant sebagai solusi untuk menghitung bakteri dan partikel residu.
CytoQuant merupakan portable flowcytometer di dunia berdasarkan prinsip impedance sehingga dapat menghitung dan membedakan antara sel bakteri dengan partikel residu. Perbedaan potensi elektromagnetik pada sitoplasma dan membran sel bakteri menyebabkan penghitungan sel menjadi akurat dan terpisah dengan partikel non-seluler. Dengan metode ini, pengujian tidak dipengaruhi faktor-faktor lain seperti pH dan adanya kandungan bahan kimia (misalnya senyawa desinfeksi).
CytoQuant sangat mudah digunakan untuk berbagai aplikasi seperti validasi setelah proses cleaning berupa tes usap atau air bilasan, dan juga digunakan untuk menghitung jumlah sel dalam produk pangan/probiotik.